“Manusia Pagi”
Panasnya malam merubah dirinya menjadi dingin-dingin. Langit gelap merubah jubahnya menjadi terang, dirinya tercerahkan.
Tangis dan kesedihan wanita malam itu memukul hati-hati yang beku. Kejujuran dan kesabarannya dapat menggetarkan langit membentuk simfoni-simfoni dunia maya semakin nyata.
Manisnya durian di mulut-mulut serasa manis tapi tak nyata. Tangan-tangan terulurkan di luar fkiran-fikiran sehat, menguyahnya, merasakannya dan menghabiskannya.
Betapa manis, tapi ujian duniawi tak akan pernah berakhir. Manusia-manusia pagi menghadap pada aturan-aturan main, ujian-ujian keduniawiyaan.
Kertas putih sesuci bayi dibagikan kepada manusia-manusia pagi. Aku berfikir dan meratapinya, selalu harus sepertinya. Manusia-manusia pagi mulai mengundi nasibnya siapakah yang layak disebut muballigh.
Pertanyaan-pertanyaan menghujaninya, tapi “pertanyaan“ sebuah kata duniawi yang tak perlu dipersulit. Kata-kata duniawi adalah kata-kata tantangan dan bahasa manusia. Mengeluh atas pertanyaan-pertanyaan menistakan kita sebagai manusia.
Manusia selalu berangan-berangan atas dunia, begitupun akhirat. Ujian pagi ini sebuah renungan atas kegelapan-kegelapan dan kemunafikan-kemunafikan masa lalu.
Tumbuhan-tumbuhan diam sejenak tak bergerak, sedikitpun. Menunggu manusia-manusia pagi selesai dari ujian duniawi kemanusiaan.
Kaliurang, 7 Februari 2009
Fitrah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar