Artis Dalam Politik (Uang) Praktis
Oleh: Muh Fitrah Yunus
Naiknya suhu perpolitikan di
Politik bukan hanya sekedar ingin merebut kekuasaan tapi hal yang signifikan agar terjalin demokratisasi dan setiap warga negara dapat mengenal dan mengeyam bagaimana sebenarnya politik itu. Dalam hal ini partai politik mempunyai peran penting menumbuh-kembangkan wacana dan pendidikan politik di semua lini agar tidak terjadi samara-samar politik di mata masyarakat. Artis akan mengenyam dan menjadi politisi pun tidak mendadak hanya karena ada panggilan tapi telah banyak mengetahui pendidikan politik sejak dini.
Semakin buruknya partai politik di mata masyarakat lebih diperkeruh lagi saat banyaknya artis ingin terjun di dunia penuh abu-abu itu. kaderisasi menjadi main factor yang perlu digubris. Lemahnya kaderisasi memaksa partai politik menarik kader instan, salah satunya adalah artis.
Kader Instan
Semua yang serba instan “enak” tapi tidak ada proses edukasi di dalamnya, kesehatan, kecerdasan berfikir dan konsistensinya juga perlu dipertanyakan. Begitulah mungkin kalau kita makan mie instan. Memasaknya, menyajikannya juga memakannya dengan praktis/instan. Jika mie instan adalah makanan di pagi hari, siang dan malam hari akan jadi apa bangsa ini kelak.
Sama halnya di parpol dewasa ini. artis yang sering tampil di televisi memainkan peran dalam sinetron, reality show, iklan maupun komedi menjadi kader partai secara instan. Hanya diberikan kursus politik singkat (instant) mereka dapat mewujudkan dirinya sebagai politisi. Maujudnya dalam politik pun diakui masyarakat banyak bahkan lebih disukai masyarakat dibanding yang terjun sejak lama. Banyaknya contoh yang terjadi pada pemilihan kepala daerah meng-upgrade keinginan dan keyakinan para artis untuk memilih jalan sebagai politisi.
Dalam kajian politik, politisi dapat juga disebut sebagai artis. Artis dalam politik. Tapi jika mengutip Antonio Gramsci mengenai intelektual organik maka politisi adalah artis politik yang berasal dan bergerak dari grass-root (akar rumput), bukan intelektual instan maupun politisi instan. Intelektual maupun politisi itu dapat memberikan konsep maupun stratak (strategi dan taktik) apa yang perlu dibawa untuk mengayomi, membangun dan memberdayakan rakyat. Tanpa konsep, stratak, dan visi maupun misi maka artis hanya akan menjadi “politisi coba-coba”. Mencoba terjun ke parpol, lolos pemilihan calon legislatif (caleg) syukur, tidak juga tak apa-apa toh juga bisa kembali bermain sinetron, menjadi komodian, dll.
Kacamata Hitam Parpol
Kacamata hitam parpol pun menjadi alat ukur mengapa men-caplok artis menjadi politisi. Untuk terjun ke parpol dan menjadi caleg, membutuhkan dana yang tidak sedikit. Jadi bagi parpol tidak ada lagi Tuhan yang maha kuasa, tapi uanglah maha kuasa. Banyaknya uang juga popularitas yang dimiliki artis maka tepatnya momentum 2009 adalah momentum para artis.
Dana dan polularitas menjadi amunisi parpol untuk menyatukan kekuatan untuk merebut kekuasaan. Tanpa keduanya parpol hanya menjadi penggembira. Membuat nama partai baru, setelah pemilu hilang di permukaan. Tidak ada lagi janji mensejahterakan rakyat. Ironisnya yang berdana besar dan mempunyai popularitas pun seperti itu, terlebih yang numpang nama.
Mengutip Aristotles bahwa manusia adalah binatang berfikir (animal-rational). Kadang naluri binatangnya tidak bisa hilang karena uang dan kekuasaan. Naluri kebinatangan yang berbalut kemanusiaan itu direpresentasikan ke dalam parpol. Menjanjikan sebuah kesejahteraan, jika kekuasaan dan kekuatan telah tercapai maka tak ada lagi janji.
Semua serba praktis dan instan. Politik praktis, merebut kursi kekuasaan dengan instan, mendapatkan dana besar dengan instan, janji-jani instan, kader instan. Tidak ada lagi moral politic dan politic of civil society dimana moral menjadi benteng dalam berpolitik dan kesejahteraan masyarakat adalah main goal yang terus diperjuangkan dan harus direalisasikan. Semoga kacamata hitam parpol berubah dan mengambil kebijakan jangka panjang. Advokasi menyeluruh kepada rakyat, bukan sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar