Dan,
sesegera mungkin aku melepaskan headset, menuju arah jendela,
membukanya, lalu menikmati nada-nada kerohanian lewat rintik hujan yang
mesra dan anging mammiri yang aduhai.
Semakin kuakrabkan
telinga, kudengar dan kurasakan lirik hujan sambil memandang termenung:
Silih berganti, Hujan menjelma rupamu dan rupa Tuhan.
Tidakkah
kau ingat, saat kau dan aku berkeliling Paris Van Java. Kita susuri
bangunan-bangunan tua itu, kau hidupkan cinta disetiap kaki yang kita
langkahkan lewat gurauan. Kau tumbuhkan cinta di setiap bait cerita yang
kau dengungkan. Sungguh Aku takjub padamu.
Dan, Tanpa disadari hujan pun tiba. Dengan keramahanmu kau raih payung
seorang tua renta, memberinya selembar rupiah, dan kita pun tanpa henti
berdendang akan cinta, kasih sayang dan semesta, dengan lirik hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar